Seribu Langkah dari Pusat Kota Wonosobo #3



Dear Blogger,



Ini kelanjutan ceritanya yaaa.... 
Saat mengobrol usai memberikan materi, Bapak Muchlas berbagi cerita kepada saya dan Laras. Ada satu murid di sekolah tersebut yang sering dibully. Hmmm sudah semakin mengerikankan tingkat pembulian (kata ini sudah diserap kedalam bahasa Indonesia belum ya...) diantara anak-anak SMP? Singkatnya anak tersebut tidak masuk sekolah dalam beberapa hari. Kemudian Bapak Kepala Sekolah mendatangi rumah orang tua murid. Dengan bantuan tetangga dari orang tua murid tersebut, Pak Muchlas, demikian sapaan hangat kepala sekolah SMP PGRI menemukan rumah yang dimaksud. Masuk ke sebuah jalan setapak yang tidak bisa dilalui motor. Motor hanya bisa sampai ujung jalan. Rumah berlantai 2 berukuran 3x4 hanya berdinding kardus dan plastik bekas.
Rumah tersebut dihuni oleh suami istri/orang tua murid beserta 4 anaknya. Lantai bawah digunakan untuk ruang tamu dan dapur seadanya dan ruang atas untuk beristirahat. Esoknya sesampai di sekolah, murid-murid yang satu kelas dengan anak tersebut diberi wejangan oleh Bapak Kepala Sekolah. “Jangan sampai ada pembulian lagi terhadap X, bila masih ada yang membully maka akan berhadapan dengan saya”. Alhamdulillah murid-murid mentaati perintah tersebut dan sampai saat ini X tidak takut masuk sekolah lagi.



Satu cerita lagi yang sangat membuat Bapak Muchlas terkesan. Waktu itu beliau belum lama menjabat sebagai Kepala Sekolah. Pada saat pengumuman kelulusan siswa-siswinya, tiba-tiba ada seorang Bapak wali murid yang tinggi besar dengan banyak tattoo di tubuhnya merangkul Bapak Muchlas. Bapak Muchlas sampai kaget ada rasa takut juga, dalam hati, waduhhh mau ngapain bapak ini. Pak Muchlas hanya pasrah. Apa yang dilakukan si Bapak wali murid tersebut? Si Bapak bertato tersebut menangis memeluk Pak Muchlas sambil mengucapkan terima kasih telah membuat anaknya lulus.



Mengapa si Bapak bertato tersebut sampai menangis? Haru pastinya dan bercampur bangga karena salah satu anak bungsunya bisa lulus SMP. Itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi si Bapak, karena 2 anaknya yang lain atau kakak-kakak dari si bungsu tidak ada yang menamatkan SMP. Yang sulung anak laki-lakinya baru saja masuk kelas VIII sudah keluar dan menjadi preman.  Anak yang kedua perempuan juga berhenti sekolah saat kelas VIII karena menikah. Harapan satu-satunya hanya kepada si bungsu. Pernah suatu saat si bungsu tersebut tidak masuk sekolah, tanpa ijin tentunya. Kebetulan si Bapak bertato menelpon Pak Muchlas, apakah anaknya bersekolah hari ini? Pak Muchlas menjawab, bahwa hari ini si bungsu tidak terlihat di sekolah. Apa yang terjadi beberapa jam kemudian? Si Bapak membawa anaknya ke sekolah dengan menjewer kuping anaknya dan diseret ke hadapan Pak Muchlas. “Ini anak saya Pak, silakan mau diapakan saja”, berkata si Bapak kepada Pak Muchlas. Hanya wejangan sedikit yang diberikan Pak Muchlas kepada si bungsu. Dan sebelumnya, sejak pertama kali masuk di SMP tersebut memang si Bapak sudah pernah ke sekolah, memohon kepada Bapak Kepala Sekolah dan guru-guru lainnya agar anaknya dibimbing di sekolah tersebut.

 
Bapak Muchlas


Semarang, 17 Februari 2015
Warm Regards,

inung

Komentar

  1. Pasti Pak Muchlas memang memotivasi semua anak didik sehingga para anak didik pun bersemangat belajarnya...

    BalasHapus
  2. Subhanallah, Pak Muchlas keren..sehat selalu ya pak...

    BalasHapus
  3. Kalo bapak2 bertato dengan tampang garang menanggis kayak nya lucu yaaa hehehe.
    Hai pak muchlassss salam kenal #peyukkkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe lucu tp ntar garang lagi gimana? Takuttttt

      Salam kenal juga kak Cumi *jubir pak mukhlas

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matur Sembah Nuwun Gusti

Kesempatan Besar Mengikuti Gebyar Tahapan BCA

Garang Asem - Kuliner Khas Daerah Pesisir Jawa Tengah