241010
Sampai di rumah kakak
saya (kebetulan Bapak sudah membaik dan sudah pulang kerumah salah seorang
kakak saya di Jogja), saya tidak sempat mengobrol dengan Bapak, hanya jabat
tangan & cium pipi kanan kiri seperti biasa. Lalu saya pun terlelap….,
Bapak juga begitu.
Menjelang tengah malam,
saya terjaga dan beberapa kali melihat Bapak juga terbangun dan menanyakan jam
kepada adik saya, yang selalu siap siaga.
Ahad pagi, Bapak sudah
wungu1 dan telah menunaikan sholat subuh walau hanya dengan tayamum
wudlunya dan dengan tiduran sholatnya. Saya pun segera bangun.
Sekitar jam 05.30 an Bapak
ingin sarapan bubur sumsum dan kebetulan juga makan yang biasa disiapkan oleh kakak ipar saya
belum siap. Beruntung rumah kakak saya dekat dengan pasar, jadi saya tidak harus pergi jauh untuk membeli bubur. Saya pun segera
pergi ke pasar untuk membeli bubur sumsum. Karena belum pernah masuk ke pasar
tersebut sedikit bingung juga, setelah
bertanya sampai dua kali akhirnya ketemu juga…
Bapak pun dengan lahap dhahar2
bubur sumsum tersebut. Tidak lama kemudian bubur yang dibuatkan kakak ipar saya
juga datang, tetapi Bapak belum kersa3 dhahar lagi.
Setelah sarapan bubur sumsun & sedikit bubur yang
dibuatkan kakak saya, Bapak meminta saya untuk menghubungi salah seorang adik
sepupunya untuk datang. Kemudian adik saya yang menelphon dan adik sepupu Bapak
akan datang nanti sekitar jam 11 siang.
Sekitar jam 11 siang
itu, adik sepupu Bapak datang beserta keponakan Bapak. Baru saja datang, Bapak
langsung minta maaf dan berpesan kalau nanti tiada, tolong dimakamkan di
Tompeyan yaitu sebuah kampung di Jogja dimana Bapak pernah tinggal dan banyak
saudara dari Bapak yang tinggal disana. Di Tompeyan tersebut juga terdapat
makam dimana kedua orang tua Bapak atau kakek dan nenek dari Bapak dimakamkan.
(Hmmm…..jadi
mengingatkan saya yang dulu bersama kedua adik saya selalu diajak ke Jogja oleh
Bapak & Ibu walau hanya untuk ziarah ke makam dan silaturahim ketempat
keluarga Bapak, tidak sering sih.... paling setahun sekali. Pernah juga diajak
lihat sekaten atau ke kebun binatang atau ke museum Diponegoro…..so miss those
time…..)
Saya sempat menjawab permintaan Bapak tersebut: “Bapak,
pesarean Tompeyan punika sampun penuh. Mboten wonten tempat ingkang sela”4.
Bulik saya hanya
mengiyakan sambil mengedip-edipkan mata kepada saya, sebagai tanda bahwa saya
harus mengiyakan saja permintaan Bapak tersebut. Dalam hati saya, kok sama ya ucapan
Bapak ketika Ibu bezuk bersama saya dulu itu ya…. Tetapi saya tetap harus
optimis bahwa Bapak akan segera membaik….
Di luar hujan, Bapak
pun sesekali memejamkan mata, tetapi dalam tidurnya tidak pernah jenak seperti
semalam, sesekali terbangun dan terbangun. Keponakan saya Nadia yang belum
genap 2 tahun umurnya itu, beberapa kali terlihat masuk ke kamar tempat Bapak
berbaring, hanya untuk bersalaman dan mengucapkan da…dah….da….dah….(sambil
tangannya melambaikan kepada Bapak). Karena belum jelas pengucapannya Nadia
hanya bilang : “Embah, salim….” Setelah berjabat tangan lalu keluar dan
melambaikan tangannya, “Da…dah embah…..da…dah embah…”.
Sekitar jam 1 siang, Bulik
saya pamitan untuk pulang. Tidak lama kemudian ada travel datang mengantarkan
kursi roda dari Oom saya yang ada di Wonosobo, selang beberapa menit kemudian
petugas oksigen datang juga, karena persediaan oksigen yang dipakai Bapak masih
ada sisa, maka tidak jadi mengganti hanya meninggalkan 1 tabung oksigen untuk
persediaan.
Sekitar jam 2 siang,
hujan mulai reda, karena takut besok pagi-pagi sekali tidak ada yang mengantar
saya ke terminal, maka saya memutuskan
untuk pamit pulang ke Semarang .
Sayapun pamit kepada Bapak, Bapak hanya bilang, iya kamu pulang saja…..(tetapi
hati ini terasa berat…..).
Dengan berat saya
tinggalkan rumah yang ditempati Bapak, hujan pun semakin deras (ternyata Merapi
saat itu pun mulai bergemuruh….) dan bus yang saya tunggu pun tidak kunjung
datang….
Hampir 30 menit saya
menunggu, akhirnya dapat juga bus kearah kota
Jogja dan saya turun di jalan lingkar barat
Jogja untuk menyambung dengan bus arah Semarang . Sekitar jam 15.30 lebih saya baru dapat bus,
tetapi saya pulang dengan perasaan hampa, seperti ada sesuatu, saya tidak tahu
itu…..
Sampai di Semarang sudah malam. Sesampai di kos, setelah
membersihkan diri saya langsung terlelap tidur, dan kebetulan telepon selular
saya juga batrenya habis, jadi saya matikan semua. Sekitar jam 11 malam saya
terbangun dari tidur, hape saya nyalakan
satu persatu. Tiba-tiba adik saya yang
perempuan telephon, sepertinya tidak ingin menangis, tetapi tetap saja
tangisnya terdengar,
“Nung, kamu masih
disana kan ,
dari tadi saya telepon kok tidak bisa?”,
dipikir adik saya, saya
masih di Jogja, menunggu Bapak, karena memang tidak biasanya saya pulang ke kos
Minggu sore. Adik saya melanjutkan,
” Nung, Bapak tidak ada…..”
“ Innalillahi wa inna
illaihi rojiun….” , hanya kata itu yang bisa terucap dari saya, mengapa tadi
saya pulang……, diseberang sana adik saya masih dengan suara berat berbicara,
tetapi saya sudah tidak konsentrasi mendengar, hanya kata-kata, “Jangan malam ini kamu pulang, tunggu besok pagi
saja….”
“Iya….,” jawab saya.
“Inung sudah di Semarang dan tadi hape mati, dari sana tadi langsung tidur”, lanjut saya.
Telephon dari adik saya
mati, saya sudah tidak dapat melanjutkan tidur lagi……tetapi saya masih kuat
berdoa dan bersujud untuk Bapak kepada Sang Pencipta.
Catatan kaki:
- Wungu dalam bahasa Indonesia artinya bangun.
- Dhahar = makan
- Kersa = mau
- Pesarean Tompeyan punika sampun penuh. Mboten wonten tempat ingkang
sela = Makam di Tompeyan sudah penuh. Sudah tidak ada lagi tempat yang
kosong.
Mengenang 1 tahun
meninggalnya Bapak.
Komentar
Posting Komentar